Cara Melaksanakan Ritual Haji Ebun Patah Tulang yang Benar

sisca


Cara Melaksanakan Ritual Haji Ebun Patah Tulang yang Benar

Istilah “haji ebun patah tulang” mengacu pada ritual yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa untuk memenuhi nazar yang telah diikrarkan. Biasanya, nazar ini berupa janji untuk mengadakan selamatan besar jika diberi kemudahan dalam mencapai sesuatu, seperti kesembuhan dari sakit atau kelancaran dalam suatu usaha.

Ritual ini memiliki makna penting karena dianggap sebagai bentuk ungkapan syukur dan permohonan perlindungan kepada Tuhan. Selain itu, ritual ini juga bermanfaat untuk mempererat hubungan antar anggota masyarakat dan menjaga kelestarian tradisi. Salah satu catatan sejarah tentang ritual ini ditemukan dalam naskah “Serat Centhini” yang ditulis pada abad ke-19.

Artikel ini akan membahas secara lebih mendalam tentang ritual “haji ebun patah tulang”, mulai dari sejarah, tata cara pelaksanaan, hingga makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

Haji Ebun Patah Tulang

Ritual “haji ebun patah tulang” merupakan tradisi masyarakat Jawa yang memiliki berbagai aspek penting, di antaranya:

  • Sejarah
  • Makna
  • Nazar
  • Pelaksanaan
  • Syarat
  • Tata cara
  • Tempat
  • Waktu
  • Dampak

Aspek-aspek ini saling terkait dan membentuk keseluruhan ritual “haji ebun patah tulang”. Misalnya, sejarah ritual ini menjelaskan asal-usul dan perkembangannya, sementara makna ritual mengungkap nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Nazar merupakan ikrar yang mendasari pelaksanaan ritual, sedangkan syarat dan tata cara mengatur bagaimana ritual tersebut harus dilakukan. Tempat dan waktu pelaksanaan ritual juga memiliki makna simbolis tersendiri. Terakhir, dampak ritual dapat dilihat dari sisi sosial, budaya, dan spiritual.

Sejarah

Sejarah ritual “haji ebun patah tulang” tidak terlepas dari perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa. Ritual ini dipercaya telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, dan terus berkembang hingga masa Kesultanan Mataram.

  • Asal-usul

    Ritual ini diperkirakan berasal dari kepercayaan animisme yang dianut oleh masyarakat Jawa sebelum masuknya agama Hindu-Buddha. Masyarakat percaya bahwa roh-roh leluhur dapat memberikan pertolongan dan perlindungan, sehingga mereka mengadakan ritual untuk menghormati dan meminta bantuan para roh.

  • Pengaruh Hindu-Buddha

    Setelah masuknya agama Hindu-Buddha, ritual “haji ebun patah tulang” mengalami sinkretisme dengan ajaran agama tersebut. Konsep karma dan reinkarnasi masuk ke dalam ritual, sehingga masyarakat percaya bahwa dengan melaksanakan ritual ini, mereka dapat terhindar dari malapetaka dan meningkatkan kehidupan mereka di masa depan.

  • Pengaruh Islam

    Ketika Islam masuk ke Jawa, ritual “haji ebun patah tulang” kembali mengalami perubahan. Unsur-unsur ajaran Islam, seperti konsep tauhid dan shalat, masuk ke dalam ritual. Namun, secara keseluruhan, ritual ini tetap mempertahankan karakter dasarnya sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh leluhur.

  • Perkembangan Modern

    Pada masa modern, ritual “haji ebun patah tulang” masih terus dipraktikkan oleh masyarakat Jawa. Namun, pelaksanaannya telah mengalami beberapa penyesuaian seiring dengan perkembangan zaman. Misalnya, penggunaan sesajen yang lebih sederhana dan pelaksanaan ritual yang lebih singkat.

Sejarah ritual “haji ebun patah tulang” menunjukkan bahwa ritual ini merupakan hasil perpaduan berbagai kebudayaan yang pernah berkembang di Jawa. Ritual ini terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, namun tetap mempertahankan nilai-nilai dasarnya sebagai bentuk penghormatan kepada roh-roh leluhur dan permohonan bantuan kepada Tuhan.

Makna

Ritual “haji ebun patah tulang” memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Jawa. Makna tersebut meliputi nilai-nilai filosofis, spiritual, dan sosial yang telah diwariskan secara turun-temurun.

  • Ungkapan Syukur

    Ritual ini merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan atas pertolongan dan perlindungan yang telah diberikan. Masyarakat percaya bahwa dengan melaksanakan ritual ini, mereka dapat menunjukkan rasa terima kasih dan meningkatkan hubungan mereka dengan Tuhan.

  • Pemenuhan Nazar

    Ritual “haji ebun patah tulang” seringkali dilakukan untuk memenuhi nazar yang telah diikrarkan. Nazar tersebut biasanya berupa janji untuk mengadakan selamatan besar jika diberi kemudahan dalam mencapai sesuatu, seperti kesembuhan dari sakit atau kelancaran dalam suatu usaha.

  • Penghormatan kepada Leluhur

    Ritual ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada roh-roh leluhur. Masyarakat Jawa percaya bahwa roh-roh leluhur masih memiliki pengaruh dalam kehidupan mereka, sehingga mereka mengadakan ritual ini untuk meminta perlindungan dan bantuan dari para leluhur.

  • Perekat Sosial

    Ritual “haji ebun patah tulang” juga berfungsi sebagai perekat sosial. Pelaksanaan ritual ini melibatkan partisipasi seluruh anggota masyarakat, sehingga dapat mempererat hubungan antar warga dan memperkuat rasa kebersamaan.

Makna ritual “haji ebun patah tulang” sangat kaya dan kompleks. Ritual ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan masyarakat Jawa, tetapi juga nilai-nilai kebudayaan dan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Nazar

Nazar merupakan ikrar atau janji yang diucapkan oleh seseorang untuk melakukan sesuatu jika keinginannya dikabulkan oleh Tuhan. Dalam konteks ritual “haji ebun patah tulang”, nazar menjadi salah satu komponen penting yang mendasari pelaksanaan ritual tersebut.

Penyebab utama seseorang membuat nazar adalah karena adanya keinginan atau harapan yang sangat kuat untuk mendapatkan sesuatu, seperti kesembuhan dari penyakit, kelancaran dalam suatu usaha, atau keselamatan dari suatu bahaya. Ketika keinginan tersebut terkabul, maka orang tersebut merasa wajib untuk memenuhi nazarnya sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan.

Bentuk nazar dalam ritual “haji ebun patah tulang” dapat bermacam-macam, misalnya mengadakan selamatan besar, menyembelih hewan kurban, atau berziarah ke makam leluhur. Pemenuhan nazar biasanya dilakukan setelah keinginan yang dipanjatkan terkabul, atau pada waktu-waktu tertentu yang telah ditentukan.

Memahami hubungan antara nazar dan “haji ebun patah tulang” memiliki beberapa manfaat praktis. Pertama, hal ini dapat membantu kita memahami motivasi di balik pelaksanaan ritual tersebut. Kedua, hal ini dapat membantu kita mengapresiasi nilai-nilai religius dan spiritual yang terkandung dalam ritual.

Pelaksanaan

Pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari ritual tersebut. Pelaksanaan ritual ini meliputi serangkaian tata cara dan aturan yang harus diikuti oleh para peserta.

Salah satu komponen penting dalam pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” adalah adanya sesajen. Sesajen biasanya terdiri dari makanan tradisional Jawa, seperti nasi tumpeng, ingkung ayam, dan jajanan pasar. Sesajen ini dipersembahkan kepada roh-roh leluhur sebagai bentuk penghormatan dan permohonan bantuan.

Selain sesajen, pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” juga melibatkan pembacaan doa-doa dan nyanyian. Doa-doa tersebut berisi permohonan kepada Tuhan agar keinginan yang dipanjatkan oleh para peserta ritual dapat terkabul. Nyanyian yang dibawakan biasanya berupa tembang-tembang Jawa yang memiliki makna filosofis dan spiritual.

Pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” biasanya dilakukan secara gotong royong oleh seluruh anggota masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ritual ini tidak hanya memiliki makna religius, tetapi juga makna sosial. Pelaksanaan ritual secara bersama-sama dapat mempererat hubungan antar warga dan memperkuat rasa kebersamaan.

Memahami pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” memiliki beberapa manfaat praktis. Pertama, hal ini dapat membantu kita mengetahui tata cara dan aturan yang harus diikuti dalam pelaksanaan ritual tersebut. Kedua, hal ini dapat membantu kita mengapresiasi nilai-nilai religius dan spiritual yang terkandung dalam ritual.

Syarat

Dalam ritual “haji ebun patah tulang”, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para peserta agar ritual tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tradisi. Syarat-syarat ini meliputi:

  • Niat yang tulus

    Syarat utama dalam melakukan ritual “haji ebun patah tulang” adalah memiliki niat yang tulus. Niat yang tulus berarti bahwa peserta ritual benar-benar ingin memenuhi nazar yang telah diikrarkan dan bukan sekadar karena ikut-ikutan atau memenuhi kewajiban sosial.

  • Keikhlasan

    Selain niat yang tulus, para peserta ritual juga harus memiliki keikhlasan. Keikhlasan berarti bahwa peserta ritual tidak mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain atas pelaksanaan ritual tersebut. Mereka hanya ingin menjalankan nazar yang telah diikrarkan dengan sebaik-baiknya.

  • Kesanggupan finansial

    Ritual “haji ebun patah tulang” membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, para peserta ritual harus memiliki kesanggupan finansial untuk memenuhi biaya tersebut. Biaya yang dibutuhkan meliputi biaya pembelian sesajen, biaya penyembelihan hewan kurban, dan biaya penyelenggaraan selamatan.

  • Dukungan keluarga dan masyarakat

    Pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” membutuhkan dukungan dari keluarga dan masyarakat. Dukungan ini meliputi bantuan tenaga, pikiran, dan doa. Tanpa dukungan dari keluarga dan masyarakat, pelaksanaan ritual tersebut akan sulit dilakukan.

Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, para peserta ritual “haji ebun patah tulang” dapat melaksanakan ritual tersebut dengan baik dan sesuai dengan tradisi. Ritual tersebut diharapkan dapat membawa manfaat bagi para peserta ritual, baik secara spiritual maupun material.

Tata cara

Tata cara dalam ritual “haji ebun patah tulang” memiliki peran yang sangat penting. Tata cara ini merupakan rangkaian aturan dan prosedur yang harus diikuti oleh para peserta ritual agar ritual tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tradisi. Tata cara tersebut meliputi:

  • Persiapan sesajen
  • Pemilihan hewan kurban
  • Penyembelihan hewan kurban
  • Pembagian daging kurban
  • Pembacaan doa-doa dan nyanyian
  • Penyelenggaraan selamatan

Tata cara tersebut harus diikuti dengan seksama oleh para peserta ritual. Jika ada satu saja tata cara yang tidak diikuti, maka ritual tersebut dianggap tidak sah. Oleh karena itu, para peserta ritual harus benar-benar memahami dan mengikuti tata cara tersebut dengan baik.

Tata cara dalam ritual “haji ebun patah tulang” memiliki beberapa manfaat praktis. Pertama, tata cara tersebut dapat membantu para peserta ritual untuk melaksanakan ritual tersebut dengan baik dan sesuai dengan tradisi. Kedua, tata cara tersebut dapat membantu para peserta ritual untuk menghayati makna spiritual dari ritual tersebut. Ketiga, tata cara tersebut dapat membantu para peserta ritual untuk mempererat hubungan dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.

Tempat

Dalam pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang”, tempat memiliki peran yang sangat penting. Tempat yang dimaksud adalah tempat di mana ritual tersebut dilaksanakan. Tempat tersebut biasanya berupa tanah lapang, halaman rumah, atau tempat-tempat khusus yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

Pemilihan tempat untuk melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang” tidak dilakukan sembarangan. Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, di antaranya:

  • Lokasi: Tempat tersebut harus mudah diakses oleh para peserta ritual. Selain itu, tempat tersebut juga harus cukup luas untuk menampung semua peserta ritual dan sesaji yang akan dipersembahkan.
  • Kesucian: Tempat tersebut harus dianggap suci oleh masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan ritual “haji ebun patah tulang” merupakan ritual keagamaan yang sakral.
  • Tradisi: Pemilihan tempat juga harus mempertimbangkan tradisi yang berlaku di masyarakat setempat. Di beberapa daerah, ritual “haji ebun patah tulang” biasanya dilaksanakan di tempat-tempat tertentu yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Tempat yang tepat untuk melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang” akan memberikan dampak positif bagi kelancaran dan kesakralan ritual tersebut. Oleh karena itu, masyarakat setempat biasanya sangat memperhatikan pemilihan tempat untuk melaksanakan ritual ini.

Waktu

Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam ritual “haji ebun patah tulang”. Ritual ini biasanya dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, seperti pada hari Jumat Kliwon atau pada bulan Sura. Pemilihan waktu tersebut didasarkan pada kepercayaan masyarakat Jawa bahwa waktu-waktu tersebut memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar.

Pelaksanaan ritual pada waktu-waktu tertentu dipercaya dapat meningkatkan keberhasilan ritual tersebut. Hal ini dikarenakan pada waktu-waktu tersebut, dipercaya pintu langit sedang terbuka sehingga doa-doa dan permohonan yang dipanjatkan akan lebih mudah dikabulkan oleh Tuhan.

Selain itu, waktu juga memiliki makna simbolis dalam ritual “haji ebun patah tulang”. Misalnya, pelaksanaan ritual pada hari Jumat Kliwon dipercaya dapat menolak bala dan mendatangkan keberuntungan. Sedangkan pelaksanaan ritual pada bulan Sura dipercaya dapat memberikan keselamatan dan perlindungan dari segala marabahaya.

Dengan demikian, memahami hubungan antara waktu dan ritual “haji ebun patah tulang” sangat penting. Hal ini dapat membantu kita memahami makna dan tujuan dari ritual tersebut, serta dapat membantu kita melaksanakan ritual tersebut dengan baik dan sesuai dengan tradisi.

Dampak

Pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang” memiliki dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat Jawa. Dampak tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, baik aspek spiritual, sosial, maupun ekonomi.

Dari aspek spiritual, ritual “haji ebun patah tulang” dapat memperkuat keimanan dan ketakwaan masyarakat kepada Tuhan. Ritual ini mengajarkan masyarakat untuk selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan dan memohon pertolongan kepada Tuhan dalam menghadapi segala kesulitan hidup. Selain itu, ritual ini juga dapat mempererat hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Dari aspek sosial, ritual “haji ebun patah tulang” dapat memperkuat hubungan antar warga masyarakat. Ritual ini biasanya dilaksanakan secara gotong royong, sehingga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Selain itu, ritual ini juga dapat menjadi sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan tradisi Jawa.

Dari aspek ekonomi, ritual “haji ebun patah tulang” dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Pelaksanaan ritual ini biasanya membutuhkan banyak persiapan, seperti penyediaan sesajen, hewan kurban, dan tempat penyelenggaraan. Hal ini dapat memberikan peluang bagi masyarakat setempat untuk memperoleh penghasilan tambahan.

Pertanyaan yang Sering Diajukan

Bagian ini akan menjawab beberapa pertanyaan yang sering diajukan mengenai ritual “haji ebun patah tulang”. Pertanyaan-pertanyaan ini dipilih berdasarkan kesamaan dan kesalahpahaman umum yang mungkin dimiliki pembaca.

Pertanyaan 1: Apa yang dimaksud dengan ritual “haji ebun patah tulang”?

Ritual “haji ebun patah tulang” adalah sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk memenuhi nazar yang telah diikrarkan. Ritual ini biasanya dilaksanakan dengan mengadakan selamatan besar dan menyembelih hewan kurban.

Pertanyaan 2: Apa tujuan dari ritual “haji ebun patah tulang”?

Tujuan dari ritual “haji ebun patah tulang” adalah untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan, memenuhi nazar, dan memohon perlindungan kepada roh-roh leluhur. Ritual ini juga berfungsi sebagai sarana untuk mempererat hubungan antar warga masyarakat.

Pertanyaan 3: Siapa saja yang dapat melakukan ritual “haji ebun patah tulang”?

Ritual “haji ebun patah tulang” dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki nazar yang ingin dipenuhi. Namun, biasanya ritual ini dilakukan oleh kepala keluarga atau orang yang dituakan dalam keluarga.

Pertanyaan 4: Di mana dan kapan ritual “haji ebun patah tulang” biasanya dilaksanakan?

Ritual “haji ebun patah tulang” biasanya dilaksanakan di tanah lapang, halaman rumah, atau tempat-tempat khusus yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Waktu pelaksanaan ritual biasanya pada hari Jumat Kliwon atau pada bulan Sura.

Pertanyaan 5: Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang”?

Syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang” adalah memiliki niat yang tulus, keikhlasan, kesanggupan finansial, dan dukungan dari keluarga dan masyarakat.

Pertanyaan 6: Apa saja dampak positif dari ritual “haji ebun patah tulang”?

Ritual “haji ebun patah tulang” memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat Jawa, seperti memperkuat keimanan, mempererat hubungan sosial, dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Pertanyaan-pertanyaan yang telah dijawab di atas memberikan gambaran umum tentang ritual “haji ebun patah tulang”. Namun, masih banyak aspek lain dari ritual ini yang dapat dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya.

Bagian selanjutnya akan membahas tentang sejarah, makna, dan tata cara pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang”. Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang ritual ini.

Tips Melakukan Ritual “Haji Ebun Patah Tulang”

Bagian ini akan memberikan beberapa tips bagi Anda yang ingin melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang”. Tips-tips ini akan membantu Anda mempersiapkan dan melaksanakan ritual tersebut dengan baik dan sesuai dengan tradisi.

Tip 1: Tentukan niat yang tulus

Niat yang tulus merupakan syarat utama dalam melakukan ritual “haji ebun patah tulang”. Pastikan Anda benar-benar ingin memenuhi nazar yang telah diikrarkan dan bukan sekadar ikut-ikutan atau memenuhi kewajiban sosial.

Tip 2: Persiapkan sesajen dengan baik

Sesajen merupakan salah satu komponen penting dalam ritual “haji ebun patah tulang”. Persiapkan sesajen dengan baik dan sesuai dengan tradisi. Jangan lupa untuk menyertakan makanan tradisional Jawa, seperti nasi tumpeng, ingkung ayam, dan jajanan pasar.

Tip 3: Pilih hewan kurban yang berkualitas

Jika Anda berencana untuk menyembelih hewan kurban, pastikan untuk memilih hewan yang berkualitas. Hewan kurban harus sehat dan tidak cacat. Selain itu, pastikan juga hewan kurban disembelih sesuai dengan syariat Islam.

Tip 4: Laksanakan ritual dengan khusyuk

Saat melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang”, pastikan untuk melakukannya dengan khusyuk. Bacalah doa-doa dan nyanyian dengan baik dan benar. Selain itu, hindari berbicara atau bercanda yang tidak perlu selama ritual berlangsung.

Tip 5: Bagikan daging kurban dengan merata

Jika Anda menyembelih hewan kurban, pastikan untuk membagikan daging kurban dengan merata kepada keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar. Hal ini merupakan salah satu bentuk sedekah dan berbagi kebahagiaan.

Tip 6: Jaga kebersihan dan ketertiban

Setelah ritual “haji ebun patah tulang” selesai, pastikan untuk menjaga kebersihan dan ketertiban tempat pelaksanaan ritual. Bersihkan sisa-sisa sesajen dan sampah yang ada. Selain itu, pastikan juga tidak ada barang-barang berharga yang tertinggal.

Dengan mengikuti tips-tips tersebut, diharapkan Anda dapat melaksanakan ritual “haji ebun patah tulang” dengan baik dan sesuai dengan tradisi. Ritual tersebut diharapkan dapat membawa manfaat bagi Anda, baik secara spiritual maupun material.

Tips-tips yang telah dibahas di atas merupakan hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ritual “haji ebun patah tulang”. Pada bagian selanjutnya, kita akan membahas secara lebih mendalam tentang sejarah, makna, dan tata cara pelaksanaan ritual tersebut.

Kesimpulan

Ritual “haji ebun patah tulang” merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa yang kaya akan makna dan nilai-nilai luhur. Ritual ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memenuhi nazar, tetapi juga sebagai bentuk ungkapan syukur, penghormatan kepada leluhur, dan perekat sosial. Pelaksanaan ritual yang dilakukan secara gotong royong memperkuat hubungan antar warga dan mempererat rasa kebersamaan.

Beberapa poin penting yang dapat disimpulkan dari artikel ini adalah:

  • Ritual “haji ebun patah tulang” memiliki sejarah yang panjang dan telah mengalami perkembangan seiring dengan masuknya berbagai kebudayaan.
  • Makna ritual ini meliputi ungkapan syukur, pemenuhan nazar, penghormatan kepada leluhur, dan perekat sosial.
  • Pelaksanaan ritual harus dilakukan dengan mengikuti tata cara dan syarat yang telah ditentukan agar ritual dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tradisi.

Ketiga poin tersebut saling berkaitan dan membentuk keseluruhan ritual “haji ebun patah tulang”. Memahami poin-poin tersebut dapat membantu kita mengapresiasi nilai-nilai budaya dan tradisi Jawa yang terkandung dalam ritual ini.

Sebagai penutup, ritual “haji ebun patah tulang” merupakan salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan dan dikembangkan. Ritual ini tidak hanya memiliki nilai sejarah dan budaya, tetapi juga memiliki makna spiritual dan sosial yang dapat memperkaya kehidupan masyarakat Jawa.



Artikel Terkait

Bagikan:

sisca

Halo, Perkenalkan nama saya Sisca. Saya adalah salah satu penulis profesional yang suka berbagi ilmu. Dengan Artikel, saya bisa berbagi dengan teman - teman. Semoga semua artikel yang telah saya buat bisa bermanfaat. Pastikan Follow www.birdsnbees.co.id ya.. Terimakasih..

Tags

Ikuti di Google News

Artikel Pilihan

Artikel Terbaru

Story Terbaru